Seorang Non-Muslim (Kristen) Bertanya siapa saksi dari peristiwa Isra Mi'raj dan kenapa ada dua Hadits yang bertentangan soal itu..
Hehehehe....berhubung bentar lagi ada isra mi'raj ...maka, gw buka sedikit masalah yang berhubungan dengan itu.
coba dibaca dulu sebelum KESURUPAN...
Shahih Muslim No. 234 VS Shahih Bukhari No. 336
Hadits Shahih Muslim No. 234
1. Muhammad didatangi Buraq lalu Muhammad menunggangi Buraq tersebut sampai ke Baitul Maqdis
2. Lalu Muhammad didatangi Jibril dan membawa Muhammad naik kelangit.
3. Ditiap-tiap pintu langit mulai dari langit pertama sampai langit ke tujuh Muhammad bertemu Adam, Isa, Yusuf, Idris, Harun, Musa dan Ibrahim
4. Muhammad menerima wahyu wajib shalat lima puluh waktu sehari semalam.
5. Musa menganjurkan Muhammad untuk meminta keringanan wajib shalat lima puluh waktu sehari-semalam
6. Allah memberikan keringanan dengan mengurangi lima waktu
7. Musa kembali menganjurkan muhammad untuk meminta keringanan shalat
8. Muhammad mengikuti anjuran Musa untuk meminta keringanan dan muhammadpun akhirnya bolak-balik antara Tuhan dan Musa untuk meminta keringanan
9. Allah akhirnya menetapkan Lima waktu sehari semalam.
Hadits Shahih Bukhari No. 336
1. Muhammad didatangi Jibril dirumahnya
2. Jibril membelah dada muhammad dan mencucinya dengan menggunakan air zamzam
3. Setelah selesai membelah dada Muhammad lalu Jibril memegang tangan Muhammad dan membawanya kelangit dunia
4. Pada tingkatan langit-langit itu muhammad bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa dan Ibrahim
5. Lalu Muhammad di Mi’rajkan
6. Kemudian Allah mewajibkan Shalat sebanyak lima puluh kali
7. Musa menganjurkan Muhammad untuk meminta kepada Allah dikurangi setengahnya
8. Setelah Allah mengurangi setengahnya Musa kembali menganjurkan Muhammad untuk meminta kembali kepada Allah agar dikurangi setengahnya
9. Setelah melakukan bebarapa kali permohonan pengurangan akhirnya Allah menetapkan Lima ini adalah sebagai pengganti dari lima puluh. Dan Allah mengatakan tidak ada lagi perubahan.
Kedua hadits diatas memiliki kisah yang hampir sama, yaitu kisah Muhammad menjemput perintah shalat lima waktu, akan tetapi ada sedikit perbedaan diawal kisah sebelum Muhammad dibawa kelangit dunia, dimana pada Hadits Shahih Muslim No. 234 dikisahkan bahwasannya Muhammad didatangi Buraq lalu mengendarai Buraq tersebut menuju Baitul Maqdis. Dan dari Baitul Maqdis tersebut Jibril kemudian membawa Muhammad ke langit.
Sementara pada Hadits Shahih Bukhari No. 336 dikisahkan bahwasannya Muhammad didatangi Jibril dirumahnya dan membawa Muhammad kelangit dunia setelah membelah dan membersihkan dada Muhammad.
Manakah kisah yang benar dari antara kedua hadits tersebut ?
trus, adakah orang yang menjadi saksinya?
Hehehe...jangan kesurupan yah??...
Setelah membaca postingan di atas, ini adalah postingan yang sudah sangat basi, karena sudah sering dibahas. dan sudah banyak pihak muslim yang membahasnya.
Pertama soal Hadits
Kedua Hadits diatas tidak bertentangan sama sekali, karena keduanya adalah peristiwa yang berbeda. hadits Nabi disucikan dengan Air Zam-Zam adalah peristiwa lain. sementara peristiwa Nabi disucikan di pada saat Isra Mi'raj adalah peristiwa lain. bukan peristiwa yang sama.
Kedua Siapa Saksi Peristiwa Isra Mi'raj.
Ini adalah pertanyaan konyol sebab peristiwa tersebut sudah diketahui adalah peristiwa Nabi Muhammad sendiri, namun bertanya siapa saksinya.
Tidak semua kebenaran harus dibuktikan dengan saksi.
Seorang Mencuri tidak ada seorang pun yang mengetahui, tidak pula ada saksi mata, polisi bisa membuktikannya dengan melihat barang bukti. ketika barang bukti sudah menunjukan kebenaran dia adalah pelaku. maka polisi bisa menetapkan orang tersebut sebagai tersangka, bahkan sampai terpidana.
Demikian pula peristiwa Isra Mi'raj, bisa dibuktikan tanpa ada saksi.
Perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW bukanlah perjalanan biasa, dan bukan pula sebuah perjalanan luar biasa dalam jangkauan pemikiran manusia, tetapi lebih dari semua itu adalah sebuah perjalanan mu’jizat. Artinya, setinggi apapun nantinya ilmu pengetahuan itu akan mencapai posisinya, sebanyak apapun nantinya rahasia alam semesta itu terungkap oleh manusia, mereka tidak akan pernah bisa “menapak-tilasi” perjalanan yang telah dialami oleh Nabi SAW dalam peristiwa Isra’ Mi’raj itu secara persis sama. Hal ini telah diindikasikan dengan awalan kata ‘Subkhaana’ (Maha Suci Allah) pada QS Al Isra ayat 1, yang menjelaskan tentang
perjalanan Isra Nabi SAW.
Keesokan harinya setelah Nabi Muhammad SAW melakkan Isra’ Mi’raj, Abu Jahal (orang yang paling banci terhadap Nabi) datang dan berkata sinis, “Wahai Muhammad, apakah ada yang ingin engkau katakan, sehingga aku bisa memperoleh faedah darinya??”
Mendengar pertanyaan menghina itu, dengan tenangnya Nabi SAW menjawab, “Benar, tadi malam aku telah diisra’kan (diperjalankan)!!”
“Ke mana?” Tanya Abu Jahal.
Nabi SAW berkata, “Ke Baitul Maqdis!!”
“Baitul Maqdis di Palestina??” Kata Abu Jahal tidak percaya, “Lalu pagi-pagi begini kamu telah berada di antara kami disini??”
“Benar!!” Kata Nabi SAW.
Jarak antara Makkah di mana Baitul Haram berada dan Baitul Maqdis di Palestina, termasuk wilayah Syam, adalah sekitar 3.000 kilometer. Kafilah dagang kaum Quraisy biasanya memerlukan waktu sebulan untuk berangkatnya, dan sebulan pula ketika kembali.
Mendengar hali itu tampak mata Abu Jahal berbinar gembira, seolah-olah ia telah memperoleh ‘kartu truft’ untuk bisa menghancurkan dan menghentikan dakwah Nabi SAW, dengan hal yang sangat tidak masuk akal itu. Ia berkata, “Apakah kamu mau menceritakan kepada kaummu yang lainnya, apa yang baru saja engkau ceritakan kepadaku??” Beliau bersabda, “Baiklah!!” Abu Jahal berteriak keras, “Wahai Bani Ka’ab bin Luay, kemarilah kamu semua!!”
Mereka segera datang dan berkumpul di sekitar Nabi SAW, kemudian Abu Jahal berkata, “Ceritakanlah kepada kaummu apa yang baru saja engkau katakan kepadaku!!”
Nabi SAW berkata, “Tadi malam aku telah diisra’kan (diperjalankan)!!”
Mereka bertanya, “Ke mana?”
Nabi SAW berkata, “Ke Baitul Maqdis!!”
“Baitul Maqdis di Palestina??”
Kata mereka tidak percaya, “Lalu pagi-pagi begini kamu telah berada di antara kami disini??”
“Benar!!” Kata Nabi SAW.
Mereka saling berpandangan, tampak sekali mata mereka berbicara kalau Nabi SAW mungkin telah ‘tidak waras’. Tetapi ketika mereka memandang kembali kepada Nabi SAW yang tampak begitu tenang, dan sama sekali tidak tampak tanda-tanda kedustaan seperti biasanya, akal mereka jadi terguncang. Pada dasarnya mereka sangat mengenal Nabi SAW sebagai orang yang sangat benar dan terpercaya sejak masa kecilnya. Tidak pernah sekalipun mereka menentang dan mendustakan beliau sebelum beliau mendakwahkan Islam. Tetapi menghadapi kontradiksi logika ini, yakni ketidak-mungkinan menempuh Makkah-Palestina pulang pergi dalam semalam, dan Nabi SAW yang tidak pernah dan tidak mungkin berdusta sejak masih kecilnya, justru mereka yang menjadi terbengong. Ada sebagian dari mereka yang telah memeluk Islam menjadi murtad kembali. Sementara kebanyakan kaum kafir makin jauh tenggelam dalam pengingkaran kepada Nabi SAW, dan tampak sangat mencemoohkan beliau.
Dalam keadaan yang membingungkan tersebut, kaum kafir itu mendatangi Abu Bakar, sahabat terbaik Nabi SAW. Mereka berharap, setelah mendengar cerita beliau tentang Isra’ Mi’raj itu Abu Bakar akan ingkar, dan hal itu akan melemahkan dakwah beliau. Setelah bertemu Abu Bakar, mereka menceritakan pengalaman Nabi SAW pada malam itu, Abu Bakar berkata,
"Kalian berdusta!!"
"Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang bicara dengan orang banyak."
Abu Bakar berkata, "Dan kalaupun itu yang dikatakannya, tentu beliau bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya!!”
Kemudian Abu Bakar bangkit mengikuti mereka datang ke Masjidil Haram, saat itu Nabi SAW tengah melukiskan keadaan Masjidil Aqsha dengan mendetail. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari
Memang, ketika mereka mendatangi Abu Bakar, ada salah seorang kafir yang sangat mengenal seluk beluk Masjidil Aqsha meminta beliau menyebutkan ciri-cirinya, sebagai bukti bahwa beliau memang singgah di sana. Sebenarnya suatu permintaan yang sangat tidak masuk akal, namanya singgah tentulah Nabi SAW tidak secara mendetail memperhatikannya karena hanya sekedar shalat dua rakaat di sana. Tetapi tentunya mudah saja bagi Allah sehingga Nabi SAW dengan lancar menceritakan ciri-cirinya, warnanya, jumlah pintu dan jendelanya, dan tanda- tanda lainnya. Lagi-lagi orang kafir itu hanya terbengong, tidak percaya dan tidak masuk akal (dalam kemampuan logika dan pengetahuan mereka saat itu), tetapi nyata dan semua jawaban beliau itu benar.
Imam Bukhari meriwayatkan Kisah ini dalam Hadisnya
حَدَّثَنَا یَحْ یَى بْنُ بُكَیْرٍ حَدَّثَنَا اللَّیْثُ عَنْ عُقَیْلٍ عَنْ ابْنِ شِھَابٍ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهَّ ِ رَضِيَ اللهَّ ُ
عَنْھُمَا أَنَّھُ سَمِعَ رَسُولَ اللهَّ ِ صَلَّى اللهَّ ُ عَلَیْھِ وَ سَلَّمَ یَقُولُ لَمَّا كَذَّبَتْنِي قُرَیْشٌ قُمْتُ فِي الْحِجْرِ فَجَلاَ اللهَّ ُ لِي بَیْتَ الْمَقْدِسِ فَطَفِقْتُ أُخْبِرُھُ مْ
عَنْ آیَاتِھِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَیْھِ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin 'Abdurrahman; aku mendengar Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhuma bahwa, dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketika kaum Quraisy mendustakan aku (tentang Isra' dan Mi'raj), aku berdiri di al Hijir, lalu Allah menampakkan kepadaku Baituls, maka aku mulai menceritakan kepada mereka tentang tanda-tandanya. sedang aku terus melihatnya".
Setelah Nabi SAW selesai melukiskan keadaan masjidnya, Abu Bakar yang juga cukup mengenal keadaan Masjidil Aqsha berkata, “Engkau benar, ya Rasulullah, dan saya percaya dengan semua yang engkau alami (yakni Isra’ Mi’raj beliau itu) tadi malam. Bahkan apabila engkau menceritakan pengalaman engkau yang lebih jauh (atau lebih hebat) daripada itu, saya mempercayainya!!”
Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar, “Sungguh, engkau ini adalah ash Shiddiq!!” Ash Shiddiq artinya adalah yang selalu membenarkan. Sejak itulah Nabi SAW menggelari Abu Bakar dengan ‘Ash Shiddiq’ dan beliau lebih sering memanggilnya dengan nama gelarannya tersebut.
Ketegasan Abu Bakar dalam membenarkan Nabi SAW ‘tanpa reserve’ itu ikut berperan besar dalam memantapkan kaum muslimin yang dalam kebimbangan. Mungkin memang ada beberapa orang yang menjadi murtad, tetapi sebagian besar tetap bertahan dalam keislaman berkat ketegasan Abu Bakar dalam membenarkan Nabi SAW apapun dan bagaimanapun yang belum sampaikan dan ceritakan. Orang-orang kafir Quraisy menjadi tidak puas karena ‘prediksinya’ tentang sikap Abu Bakar meleset. Mereka berfikir cepat, dan salah seorang dari mereka berkata, “Ceritakanlah tentang rombongan kafilah dagang kami yang berangkat ke Syam!!”
Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya aku telah melewati rombongan Bani Fulan (yakni salah satu kafilah dagang mereka) di Rauha’, mereka sedang mencari salah satu untanya yang hilang, dan aku menunjukkan dimana untanya tersesat. Aku juga sempat minum segelas air (air yang diperuntukkan bagi para musyafir) pada kendaraan mereka, dan menyisakannya. Silahkan kalian bertanya kepada mereka tentang hal ini jika mereka telah kembali!!” Mendengar penjelasan itu, salah seorang dari mereka berkomentar, “Sungguh ini suatu bukti (bahwa Nabi SAW benar dengan cerita dan pengalaman beliau)!!”
Mereka berkata lagi, “Ceritakanlah rombongan unta kami lainnya yang akan kembali??”
Nabi SAW bersabda, “Aku melewati mereka di Tan’im.”
Tan’im adalah daerah perbatasan ‘tanah haram’ tetapi sudah termasuk ‘tanah halal’, jauhnya tidak sampai sepuluh kilometer dari Makkah. Mereka berkata, “Berapa jumlahnya, apa saja muatannya, keadaannya bagaimana, siapa saja dan kapan akan tiba di sini?”, dan Nabi SAW dengan lancar menceritakannya, “Rombongan dagang itu adalah begini dan begini, di dalamnya ada si Fulan dan si Fulan, yang paling depan adalah seekor unta berwarna abu-abu. Dan mereka akan tiba di sini pada saat matahari terbit besok pagi!!”
Ternyata rombongan kafilah itu telah mengirimkan utusan tentang kedatangan mereka, dan dia hadir juga saat itu. Spontan ia berkomentar, “Ini juga suatu tanda bukti!!” Keesokan harinya ketika matahari terbit, mereka menjumpai rombongan kafilah dagang itu datang dengan ciri-ciri yang tepat seperti digambarkan Rasulullah SAW.
Namun, karena Allah memang belum menghendaki mereka untuk memperoleh hidayah
keislaman, mereka hanya berkata, “Sungguh ini adalah suatu sihir yang nyata!!”
Sumber : Shahihul Bukhary, 2/684: Shahih Muslim, 1/96; sirah An-nabawiah, Ibnu Hisyam, Zadul
Ma’ad; Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal , Blog Percik Kisah Nabi
Dari Riwayat di atas diceritakan bahwa Ketika Nabi selesai Isra Mi'raj lalu menceritakan peristiwa yang dialaminya, kafir Quraisy tidak percaya. Sehingga mereka menantang Nabi untuk memberikan pembuktian bahwa Nabi benar telah isra ke Masjidil Aqsa, dengan memintanya menjelaskan detail dari masjidil Aqsa (karena mereka tahu bahwa Nabi belum pernah ke Masjidil Aqsa), dan ternyata Nabi menjelaskan dengan detail-detailnya, serta keadaan masjid tersebut yang telah rusak dan tinggal sisa-sisanya.
Tak cukup sampai di situ, mereka kemudian menanyakan tentang perihal kabilah yang beliau temui saat perjanan pergi dan pulang. dan beliau menjelaskan dengan detail dan penjelasan tersebut di akui dan dibenarkan oleh Kabilah-kabilah yang beberapa hari bahkan bulan kemudian setelah mereka tiba di Mekah.
Posisi yang mereka yang bertanya, sama yaitu tidak beriman, tidak mau percaya.
Artinya bagi orang kafir yang tak percaya, itu urusan kalian. Bukti-bukti kebenaran dari peristiwa tersebut sudah dijelaskan oleh Nabi sendiri dan dibuktikan orang-orang kafir Quraisy di Zamannya.
Penjelasan bukti sejelas apapun bila tidak mau mempercayai, maka sampai kapanpun bukti-bukti itu tidak akan ada gunanya.